"Pendahuluan"
Di bulan Oktober 2015 ini kita diingatkan akan salah satu fungsi Gereja yaitu fungsi missioner.
Ada dua jenis gereja dalam bermisi: Gereja yang menjadikan misi hanya sebagai salah satu bagian dari kegiatan pelayanannya, dan Gereja yang menjadikan misi sebagai seluruh fokus kegiatan pelayanannya.
Tentunya jenis yang kedualah yang diinginkan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri sebagai Kepala Gereja, yaitu apapun bentuk kegiatan pelayanan yang ada, harus difokuskan bagi misi Allah (mission Dei) dalam arti yang seluas-luasnya.
Salah satu gereja atau jemaat di Alkitab Perjanjian Baru yang dikenal sangat missioner adalah Jemaat Antiokhia. Dengan memahami gerak misi gereja ini kita akan memperoleh inspirasi yang sangat luas dan dalam mengenai misi kita di masa kini, suatu zaman yang berbeda dengan era Jemaat Antiokhia, namun prinsip-prinsip misinya tetap relevan bagi kita sekarang.
"Kota Antiokhia"
Ada dua kota yang bernama sama, yaitu Antiokhia, yang dicatat dalam Alkitab.
Yang pertama adalah Antikhia di daerah Pisidia, dan yang kedua adalah Antiokhia di daerah Syria (lihat peta).
Kota Antiokhia yang dimaksud dalam artikel ini adalah Antiokhia yang terletak di daerah Syria. Kota ini sering menderita karena didera gempa bumi berulangkali, tetapi posisinya tetap penting hingga penaklukan bangsa Arab yang memulihkan Damaskus sebagai kota utama di antara kota-kota di Syria. Kini, kota itu bernama Antakiyeh, dan merupakan sebuah kota miskin dengan beberapa ribu penduduk saja.
"Jemaat Antiokhia"
Di awal sejarah Kekristenan, Antiokhia merupakan suatu tempat yang istimewa. Di sana terdapat kelompok-kelompok orang Yahudi yang sangat besar dan maju yang merupakan lahan subur bagi pengajaran iman Kristen. Keberadaan Antiokhia sebagai kota kosmopolitan dapat memperluas wawasan iman Kristen, yang saat itu menolak untuk terkurung dalam batas-batas Yudaisme yang sempit.
Nikolaus, seorang yang dulunya penganut agama Yahudi (proselit) di Antiokhia adalah salah satu diaken pertama jemaat Antiokhia (Kisah 6:5).
Antiokhia merupakan contoh kekristenan dengan jemaat bukan orang Yahudi (Gentile Christianity) dan keberhasilan misi Kristen. Dari keberadaan jemaat di Antiokhia-lah maka konsili di Yerusalem memutuskan untuk membebaskan orang-orang Kristen yang bukan orang Yahudi dari beban hukum danaturan Yahudi (Kisah 15).
Antiokhia merupakan kota awal pemberangkatan perjalanan misi ketiga Paulus (Kisah 13:1 dst.; 15:36 dst.; 18:23), dan ke sanalah ia kembali dari dua perjalanan misi pertama. Paulus menjadikan Antiokhia sebagai ‘kantor pusat’ misinya (Kisah 14:26 dst.; 18:22).
Di sini pulalah istilah ‘Kristen’ dikenakan sebagai olokan kepada para pengikut Yesus Kristus (Acts 11:26).
"Predikat Jemaat Antiokhia sebagai gereja-induk (mother church)"
kekristenan bukan-Yahudi yang terkenal untuk jangka waktu yang lama. Dari jemaat ini pulalah muncul tokoh gereja yang bernama Yohanes Chrisostomus.
[1]Misi Jemaat Antiokhia
Bagaimana kondisi jemaat Antiokhia sehingga disebut sebagai contoh jemaat missioner bagi gereja-gereja Tuhan di masa kini?
Pertama, Jemaat di Antiokhia memusatkan iman mereka hanya kepada Allah, bukan kepada hamba-hamba Allah (God-centered).
Hal ini sangat penting, mengingat hamba-hamba Tuhan hanya alat di tangan Tuhan, dengan berbagai fungsi yang bisa berbeda satu dengan yang lain.
Ada Barnabas yang lemah lembut, dan ada Paulus yang tegas (Kisah 11:25). Ada pula Simeon yang disebut Niger, Lukius orang Kirene, dan Menahem (Kisah 13:1). Semuanya merupakan alat Tuhan yang luar biasa. Ada yang menanam ada yang menyiram. Tuhanlah yang menumbuhkan! Perbedaan yang ada justru saling melengkapi satu dengan yang lain, sehingga terjadi sinergi yang dampaknya luar biasa.
Kedua, Jemaat di Antiokhia adalah jemaat yang diajar tentang kebenaran firman Allah oleh hamba-hamba Tuhan (Bible-teaching).
Barnabas dan Saulus datang ke kota itu … sambil mengajar banyak orang (Kisah 11:26).
Hanya ketika jemaat memahami kebenaran firman Tuhan lewat pengajaran yang sehat dengan dasar Alkitab, maka mereka akan memiliki dorongan dari Roh Kudus sendiri untuk bermisi. Pengajaran firman Tuhan merupakan fondasi atau dasar yang kokoh bagi misi. Jika tidak, maka misi menjadi hanya kegiatan sosial belaka, tanpa ada kuasa yang menyelamatkan di dalamnya. Misalnya, ada yang beranggapan bahwa Amanat Agung adalah perintah Tuhan Yesus Kristus sebagai pribadi kedua Allah Tritunggal saja, dan tidak ada kaitannya dengan kedua pribadi dalam Ke-Allah-an lainnya, yaitu Bapa dan Roh Kudus. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa Allah Tritunggal: Bapa, Putra, dan Roh Kudus, semuanya merupakan inisiator, penggerak, dan penopang seluruh aktivitas misi yang dilaksanakan gereja-Nya.
Ketiga, Jemaat di Antiokhia menerima Injil dengan penuh sukacita dan bergerak sesuai dengan pimpinan Tuhan melalui Injil tersebut (gospel-driven).
Sebagai manusia biasa, bisa saja jemaat di Antiokhia ingin mendengarkan firman Tuhan sesuai keinginan telinga mereka, atau melakukan sesuatu sesuai keinginan mereka sendiri. Namun ternyata mereka mengesampingkan keinginan mereka sendiri, dan menjadikan Injil sebagai satu-satunya pendorong dalam kegiatan bermisi.
Ada misi yang dijalankan sekedar memenuhi target jumlah pembukaan cabang gereja yang baru. Jika itu yang menjadi pendorongnya, maka ada kemungkinan akan dilakukan dengan segala cara, termasuk memasukkan jemaat gereja lain ke dalam pelayanan misinya. Misi harus dijalankan atas pimpinan Roh Kudus sesuai Injil yesus Kristus, yaitu menjangkau jiwa-jiwa terhilang, bukan sekedar membuka cabang gereja baru. Tentunya jika jiwa-jiwa itu berhasil dijangkau dan dimenangkan bagi Yesus Kristus, jumlah jemaat akan bertambah, dan tidak menyakiti hati rekan sepelayanan dari gereja lain. Jemaat yang dilayani adalah murni berasal dari penjangkauan jiwa-jiwa baru.
Keempat, Jemaat Antiokhia dipimpin oleh orang-orang yang memiliki hati memuridkan seluruh jemaat (disciple-making).
Menjadikan jemaat murid Kristus lebih dari sekedar menjadikan mereka pengikut Kristus. Seorang pengikut (follower) biasanya pasif dan hanya mau mengikut ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik, tanpa tantangan, dan tanpa penderitaan. Tetapi seorang murid (disciple) rela memikul salib, menyangkal diri, dan mengikut Yesus Kristus setiap hari. Kemuridan ditunjukkan dengan kesetiaan atau loyalitas dan komitmen yang tinggi, aktif, dan hidup dalam ketaatan total. Itulah sebabnya mereka taat ketika Roh Kudus meminta agar Barnabas dan Saulus dilepaskan untuk dipakai oleh Roh Kudus sesuai kehendak-Nya (Kisah 13:2-3). Kedua hamba Tuhan itu telah menjadi berkat bagi jemaat Antiokhia. Kepergian mereka tentunya akan membuat ‘stabilitas’ jemaat sedikit goyah. Namun karena Tuhan yang menyuruhnya, mereka taat. Akibatnya, Injil semakin tersebar melalui kedua hamba Tuhan itu, dan jemaat di Antiokhia tetap dipelihara Tuhan melalui hamba-hamba Tuhan lainnya. Misi hanya akan terlaksana jika jemaat mendoakan jiwa-jiwa, dan berani melepaskan hamba Tuhan terbaiknya untuk menjangkau jiwa-jiwa tersebut.
Kelima, Jemaat Antiokhia tidak hanya memandang ke dalam secara internal tetapi juga keluar secara ekstenal (outward-looking).
Gereja Tuhan harus menjadi berkat bagi dunia sekitarnya. Hal itu dapat terjadi jika seluruh jemaat mau mengangkat pandangan matanya kepada ladang yang telah menguning dan siap untuk dituai (Yoh. 4:35).
Ketika Yudas Barsabas dan Silas diutus oleh para rasul di Yerusalem ke Antiokhia untuk membacakan keputusan sidang di Yerusalem mengenai keputusan yang diambil terhadap orang Kristen yang bukan orang-Yahudi, mereka “bersukacita karena isinya yang menghiburkan” (Kisah 15:31).
Mereka menjalankan misi yang kontekstual, dan tidak memaksakan keyahudian kepada petobat baru. Kontekstualisasi misi yang benar terjadi ketika jemaat mau memandang keluar, kepada pluralitas yang ada dalam masyarakat luas, namun tetap setia pada teks firman Tuhan.
Moto misi jemaat Antiokhia pastilah ”Jalankan misi Allah sesuai konteks dengan tetap setia pada teks”. Kedua hal ini merupakan dua aspek misi yang sangat penting: konteks dan teks.
Dalam sejarah misi di Indonesia, ada misi yang mengorbankan teks pada konteks, sehingga terjadi pencampuran atau sinkretisasi antara iman Kristiani dan adat budaya setempat. Sebaliknya, ada pula misi yang berpegang teguh pada teks secara kaku, dan menolak sama sekali penyesuaian terhadap konteks. Jemaat di Antiokhia menjaga kedua prinsip itu dengan benar, sehingga misi berkembang dengan pesat oleh pertolongan Roh Kudus.
"Penutup"
Setelah kita belajar tentang beberapa faktor penting penyebab pembentukan jiwa missioner dalam jemaat di Antiokhia, mari kita meneladani jemaat ini. Tentunya dalam konteks yang berbeda dengan konteks pada masa itu. Zaman bisa berbeda, tetapi prinsip kekal firman tetap, tidak berubah. Kita jalankan misi Allah baik secara pribadi, dalam komsel, dalam bergereja keseluruhan, maupun dalam kerjasama dengan gereja atau lembaga Kristiani lainnya, sehingga banyak jiwa dimenangkan bagi Kerajaan Allah. Soli Deo Gloria …
gjls
BalasHapus