Senin, 26 Oktober 2015

INTISARI INJIL LUKAS

Penulis Injil Lukas tidak mencantumkan namanya dalam tulisannya, tetapi menurut tradisi, Lukas dipercaya sebagai penulis Injil ini.

Lukas dikenal sebagai seorang tabib (Kol 4:14) dan teman seperjalanan Rasul paulus (Filemon 24, 2 Tim 4:11).

Injil Lukas merupakan jilid pertama sesuai dengan keterangan yang ada di dalamnya, mengingat Injil Lukas dan Kisah Para Rasul ditulis oleh orang yang sama yang ditujukan untuk seseorang yang bernama “Teofilus (yang mulia).”
Meskipun demikian, Injil Lukas tidak dimaksudkan untuk dibaca oleh Teofilus semata-mata, tetapi juga untuk kelompok yang lebih luas dan tidak hanya pada sekelompok orang tertentu saja.

Injil Lukas mencatat mulai dari kelahiran, pelayanan, kematian dan kebangkitan Yesus, sementara itu Kisah Para Rasul melanjutkannya setelah Yesus terangkat ke surga melalui para murid-muridNya.
Mengenai waktu penulisan Injil Lukas, kita perlu melihat hubungannya dengan Injil Markus sebagai salah satu sumbernya dan Kisah Para Rasul sebagai kitab yang ditulis setelahnya.

Markus sendiri dipercaya ditulis pada tahun 60-an atau sebelum kejatuhan Yerusalem. Pendapat ini juga diperkuat dengan berakhirnya Kisah Para Rasul dengan Paulus di dalam penjara di Roma, sedangkan hukuman matinya (tahun 62) tidak disinggung, maka Lukas pasti ditulis sebelum peristiwa ini terjadi.

Sesuai dengan keterangan dalam Injilnya, amanat Lukas dalam Injilnya, pada dasarnya berpusat pada tema keselamatan. Dalam Injilnya, Lukas mencoba menyakinkan para penulisnya tentang karya keselamatan Allah bagi semua orang, melalui para utusan-utusan Allah dalam pasal 1:5 hingga pasal 2:52.
Setelah itu dengan kelahiran dan pertumbuhan Yohanes Pembaptis serta Yesus di dalam keluarga yang taat kepada kehendak Allah, rencana keselamtan Allah ini dilanjutkan oleh para murid-muridNya yang telah menerima kuasa untuk menyebarkan Injil kepada semua orang (Luk 3:16 dan Kis 1:8).

Injil Lukas sering disebut sebagai ‘The Singing Gospel’ karena Injil ini banyak mencatat puji-pujian di dalamnya, dimulai dari Maria, Zakharia, hingga pujian para malaikat di padang gembala, selain pujian Simeon kepada Allah.
Injil Lukas juga, seperti yang terdapat pada pengantar Injilnya, mencatat dengan detail sehingga pesan yang ada di dalamnya dapat dipercaya.
Dari Injil Lukas, kita dapat melihat bagaimana penulisnya dengan cermat mencatat waktu yang tepat dengan mengaitkannya dengan pemerintahan yang berkuasa pada saat itu. Jadi jelaslah apa yang diberitakan oleh Injil, termasuk Injil Lukas, bukanlah isapan jempol ataupun dongeng yang dipercaya oleh sekelompok orang yang dikenal sebagai orang Kristen.
Lukas juga sering mengangkat kaum marjinal, yaitu kelompok orang-orang tersisih yang kurang dianggap pada masa itu, seperti wanita, Orang Samaria, pemungut cukai dan orang berdosa, dan orang miskin. Bahkan, Lukas sengaja mengangkat derajat kaum marjinal pada tempat yang sangat terhormat, seperti Orang Samaria yang sebenarnya dianggap kafir, najis dan sangat dibenci oleh Orang Israel, dijadikan pahlawan dalam perumpamaan tentang Orang Samaria yang baik hati, selain menjadikan Orang Samaria sebagai “sesamaku” dari perumpamaan tersebut.
Selain itu, dalam kisah tentang penyembuhan orang kusta, Orang Samaria-lah yang datang untuk berterima kasih kepada Yesus (Luk 17:12-19).
Selain Orang Samaria, derajat wanita juga diangkat oleh penulis Injil Lukas. Wanita yang pada waktu itu menjadi kaum yang terkucilkan, menjadi kaum yang mendapatkan tempat yang istimewa di Alkitab, bahkan termasuk para janda (Luk 2:37, 18:3, 21:2), selain tokoh-tokoh wanita yang tidak memiliki hubungan dengan pria pelindungnya, para pria, seperti Maria dan Marta.
Selain itu, wanita yang mengurapi Yesus pun mendapatkan tempat yang sangat terhormat, hingga dikatakan bahwa namanya akan disebutkan dimana Injil diberitakan. Orang berdosa serta pemungut cukai pun turut diangkat oleh penulis Injil ini, disamping orang miskin yang selama ini tidak mendapatkan tempat di masyarakat pada masa itu.

Dari Lukas ini juga kita dapat melihat bagaimana Yesus telah mengubah status social dari orang-orang yang tersisihkan dan begitu pula seharusnya kita sebagai gereja menanggapi dan meresponi hal ini. Gereja harus memiliki sikap yang berbeda terhadap orang-orang dari kaum marjinal, sama seperti Yesus memperlakukan mereka yang tersisihkan.

Selain tema keselamatan sebagai tujuan dari penulisan Injil Lukas, kita juga dapat menemukan beberapa tema utama yang diangkat di dalam Injil ini, seperti Doa, sukacita dan pujian, serta pemuridan.
Seperti juga dalam Kisah Rasul, Doa menjadi sesuatu yang sentral di dalam tulisan Lukas. Lukas menunjukkan pentingnya doa, dimana melalui doa, Tuhan memimpin jalannya sejarah, dimulai dari pemberitahuan kelahiran Yohanes Pembaptis, doa Yesus ketika dibaptis, sebelum memilih ke-12 murid dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Bahkan Lukas sengaja menekankan pentingnya doa dalam perumpamaan tentang sahabat di tengah malam jika dibandingkan dengan perumpamaan yang sama yang ditulis oleh Matius, selain perumpamaan tentang janda yang tekun untuk meminta pertolongan kepada hakim yang tidak takut kepada Tuhan (Luk 18).

Sukacita juga mewarnai Injil Lukas di dalam narasi kelahiran Yohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus, serta respon terhadap mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus. Sukacita juga ditonjolkan oleh Lukas pada waktu orang-orang bertobat dan menerima Yesus, ketika yang hilang ditemukan, termasuk sukacita para malaikat.

Tema lainnya yang diangkat oleh Lukas adalah mengenai pemuridan. Lukas memberikan gambaran tentang pemuridan yang radikal, dimana kita harus mengikut Yesus dan meninggalkan segala sesuatunya, bahkan dalam Injil Lukas, “istri” dimasukkan dalam daftar hal-hal yang harus ditinggalkan demi Kerajaan Allah selain dimasukkan dalam daftar yang harus “dibenci”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar