Surat Filipi : Surat Sukacita di tengah waktu penderitaan
Surat Filipi adalah surat yang penuh berisi sukacita di dalam Kristus. Surat ini ditulis sebagai surat pribadi dari Rasul Paulus bersama Timotius kepada jemaat di Filipi. Paulus bersukacita karena orang kudus di Filipi dan ia bermaksud mengucapkan terima kasih kepada mereka karena pemberian kasih yang diberikan kepadanya (Fil. 1:5; 4:10–19).
Dalam surat ini ia juga menjelaskan sukacitanya sebagai orang tahanan di Roma. Paulus menganjurkan orang Filipi untuk bertahan dalam aniaya dan kesusahan dengan bersukacita. Selain itu, ia pun memberi nasehat kepada orang di Filipi supaya melawan orang yang mau “meyahudikan” mereka dan orang yang mau hidup tanpa kekudusan.
Untuk memahami latar belakang penulisan surat sukacita ini, mari kita pelajari berbagai sisi dari kota Filipi maupun jemaat di dalamnya.
Filipi adalah kota pertama di bagian Makedonia, suatu kota perantauan orang Roma (Kis. 16:12).
Jemaat di Filipi adalah yang pertama di Eropa dan didirikan oleh Paulus, Silas, Timotius dan Lukas dalam perjalanan penginjilan Paulus yang kedua pada tahun 49-51M (Kis. 16:12-40).
Dalam pelayanannya itu, pertama-tama Paulus bertemu dengan beberapa wanita Yahudi yang berkumpul untuk berdoa di pinggir sungai dan kemudian jemaat itu berkumpul di rumah Lidia, seorang penjual kain ungu. Inilah cikal-bakal jemaat Filipi. Jemaat di Filipi, seperti semua jemaat lain di Perjanjian Baru, terdiri dari orang-orang kudus yang dipimpin oleh para penilik jemaat (para penatua) dan diaken. Setelah itu, Paulus juga mengunjungi Filipi dalam perjalanannya yang ketiga (Kis. 20:1-6).
Secara keuangan, walaupun anggota jemaat Filipi tidak kaya, mereka mendukung pelayaan Rasul Paulus dengan memberikan persembahan kasih serta memberikan bantuan untuk orang-orang Kristen yang miskin di Yerusalem (2 Kor. 8:1-5). Karena hal inilah, Paulus memuji mereka.
Surat Filipi ditulis kepada jemaat di Filipi kira-kira tahun 60-62M, sewaktu Paulus dipenjara di Roma. Filipi merupakan salah satu surat yang disebut sebagai “surat penjara”, karena ditulis oleh Paulus dari penjara di Roma. ”Surat-surat penjara” lainnya adalah surat Efesus, Kolose dan Filemon (Kis. 28:16, 30-31). Hal yang tampak sangat jelas dalam Surat Filipi adalah walaupun Paulus ditahan dan diikat dalam penjara, namun hatinya tetap penuh sukacita sewaktu dia mengingat jemaat-jemaat yang didirikannya, khususnya jemaat di Filipi. Saat Paulus di penjara, jemaat di Filipi mengutus Epafroditus, sebagai teman sekerja dan teman seperjuangan Paulus, untuk melayani Paulus dalam penjara dan membawa pemberian jemaat kepadanya (Fil. 2:25). Semasa pelayanannya, Epafroditus pernah jatuh sakit (Fil. 2:26-27), tetapi sesudah ia sembuh, Paulus mengutus dia kembali ke Filipi. Selain itu, Paulus juga bermaksud mengutus Timotius sebagai anak rohaninya untuk melayani di antara mereka (Fil. 2:19-23). Paulus juga berharap bahwa dia sendiri akan dilepaskan dari penjara, supaya nanti akan mengunjungi mereka (Fil. 2:24). Ini semua menunjukkan betapa Paulus, walaupun dipenjara (mengalami penderitaan), tetap hidup kuat dan bersukacita dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang rasul.
Tema dari surat Filipi adalah Kristus sebagai sumber sukacita, hidup, kekuatan. Surat ini bagaikan panduan untuk hidup sehari-hari, bukan serangkaian doktrin. Dengan mengerti dan menerima impartasi dari surat ini, kita akan diperlengkapi untuk hidup sebagai orang Kristen yang penuh sukacita dan kemenangan.
Mengapa Surat Filipi dapat menjadi panduan hidup sehari-hari bagi orang Kristen? Penyebabnya adalah karena Paulus mengemukakan tentang Kristus sendiri kepada jemaat di Filipi. Apa saja yang ada dalam hidup kita adalah Kristus, kehidupanNya, tabiatNya, pikiranNya, kekuatanNya, dan khususnya sukacitaNya.
Dalam pasal pertama, Paulus berbicara tentang Kristus sebagai kehidupan kita. “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Fil. 1:21).
Segala sesuatu yang terjadi terhadap Paulus, bahkan pemenjaraannya pun, justru menyebabkan kemajuan Injil. Di sinilah nasehat Paulus untuk bersukacita dalam kesusahan menjadi ”hidup”, karena ia sendiri menghidupinya.
Lima kali kata ”sukacita” (dalam Bahasa Yunani, ”chara”) (Fil. 1:4 & 25; 2:2 & 29; 4:1), dan 11 kali kata ”bersukacita” (dalam Bahasa Yunani.”chairein”) disebut dalam Surat Filipi (Fil. 1:18; 2:17 & 18; 4:4; 2:28; 3:1; 4:10).
Karena itu Surat Filipi sering disebut sebagai ”nyanyian sukacita” Paulus, dengan tema utamanya “Bersukacita dalam Tuhan!” (Fil. 4:4).
Dalam pasal kedua, Paulus bicara tentang Kristus sebagai teladan kita. Kristus diungkapkan sebagai Allah, sebagai Manusia dan sebagai Yang dimuliakan (Fil.2:5-11).
Kita juga dipanggil untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus Yesus, di mana sebagai Allah Ia tidak mempertahankan kesetaraan dengan Allah. Yesus justru mengosongkan diriNya sendiri untuk menjadi sama dengan kita. Sebagai manusia, Ia pun menjadi seorang hamba dan merendahkan diriNya sampai mati di kayu salib. Karena itu juga Yesus menjadi Yang Termulia, ditinggikan dan diberikan nama di atas segala nama. Segala makhluk di langit, di bumi dan di bawah bumi akan mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan! Ini berita yang luar biasa! Inilah berita yang disampaikan oleh Paulus, berita yang menjadi dasar kehidupan kita! Kalau kita memiliki pikiran dan perasaan seperti Kristus, Allah sendiri akan mengerjakan kemauan dan kesanggupan di dalam kita. Timotius dan Epafroditus juga menjadi teladan orang yang sudah melepaskan hak, merendahkan diri, menjadi hamba dan melayani Kristus dan jemaat sebagai anak-anak Allah.
Dalam pasal ketiga, kita membaca tentang Kristus sebagai tujuan kita. ”Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan persekutuan dalam penderitaanNya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya.” (Fil. 3:10). Untuk mengenal Dia, kita akan beribadah oleh Roh Allah, bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah (Fil.3:3). Kita tidak akan percaya pada hal-hal lahiriah, semua kedagingan akan dianggap sampah. Kita tidak akan kembali ke hukum taurat dan “diyahudikan” tetapi akan hidup dalam anugerah yang berdasarkan iman dan yang menghasilkan kebenaran. Dengan Kristus sebagai tujuan kita, kita tidak akan hidup sebagai seteru Kristus, seperti orang yang mendewakan perut mereka. Kita menaruh pengharapan kita kepada Kristus yang akan membangkitkan dan mengubahkan tubuh jasmani kita sehingga serupa dengan TubuhNya. Saat Kristus dimuliakan, kita juga akan dapat bagian dalam kemuliaanNya.
Kemudian dalam pasal keempat, Kristus yang adalah kehidupan kita, teladan kita, tujuan kita, dapat dilihat sebagai kekuatan, kesanggupan dan kuasa kita. Di dalam Kristuslah terdapat kuasa untuk memperlengkapi kita, untuk hidup seperti Kristus hidup di dalam dunia ini.
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Fil. 4:13).
Dengan kuasa Kristus kita dapat hidup dalam persatuan, dalam hubungan yang dapat mengatasi segala perselisihan dan konflik.
Euodia dan Sintikhe dinasihati supaya sehati sepikir dalam Tuhan. Dengan kuasa Kristus kita dapat bersukacita dalam segala sesuatu! Dengan kuasa Kristus kita dapat mengatasi segala kekuatiran dengan doa, pemohonan dan pengucapan syukur! Dengan kuasa Kristus kita dapat mengalami damai sejahtera yang luar biasa dan segala pikiran kita dapat diubah menjadi tenang dan penuh kekudusan dan damai!
Dengan kuasa Kristus kita dapat hidup dalam kelimpahan atau kekurangan, kekenyangan atau kelaparan. Mengapa? Karena dalam Kristus kita dapat berkata dengan yakin, “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.” (Fil. 4:19).
Surat ini menjelaskan bagaimana seorang dapat hidup berkemenangan dan bersukacita di tengah aniaya, tekanan, tantangan, penderitaan dan kesusahan. Kristus adalah hidup kita. Kristus adalah teladan kita. Kristus adalah tujuan kita. Kristus adalah kekuatan kita. Itu sebabnya, memiliki Kristus cukup untuk kita dapat senantiasa bersukacita, karena memiliki Kristus adalah memiliki segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar