Surat Roma adalah surat pertama dalam Perjanjian Baru.
Menurut kronologi penulisannya, urutan surat Paulus adalah adalah 1-2 Tesalonika, 1 Korintus, Galatia, 2 Korintus, Roma, Kolose, Efesus, Filipi, Filemon, 1 Timotius, Titus, dan 2 Timotius.
Roma ditempatkan sebagai surat Paulus yang pertama di Perjanjian Baru bukan karena pertama ditulis atau karena paling panjang, tetapi karena di dalam Surat Roma ada dasar dan kerangka teologis untuk semua surat lainnya.
Surat Roma ditulis oleh Paulus dari Korintus kepada jemaat di Roma, kira-kira pada tahun 56-58 M sewaktu ia berada dalam perjalanan penginjilan yang ketiga (Kis. 18:23b – 21:16).
Surat Roma ditulis oleh tangan Tertius (16:22) sementara Paulus tinggal di rumah Gaius (16:23) dan diantar ke Roma oleh seorang wanita yang bernama Febe (16:1-2). Febe berasal dari Kengkrea, kota pelabuhan yang dekat dengan Korintus.
Pada waktu Paulus menulis surat ini, walaupun ia memiliki banyak sahabat dan rekan kerja di Roma, ia sendiri belum pernah sempat mengunjungi Roma. Paulus sudah sangat rindu untuk mengunjungi Roma secara langsung karena mendengar tentang iman jemaat di Roma (1:8). Ia sudah mendengar kabar bahwa jemaat itu penuh dengan kebaikan dan segala pengetahuan dan sanggup untuk saling menasihati (15:14). Ia sangat ingin mengimpartasikan karunia rohani kepada mereka. Namun sebelum berkesempatan mengunjungi jemaat di Roma, ia lebih dulu menjelaskan kepada mereka prinsip-prinsip dasar dari Injil melalui suratnya.
Paulus memahami latar belakang jemaat Roma. Sebagian di antara anggota jemaat di Roma adalah orang-orang kafir yang sudah bertobat dan dan sebagian lain adalah orang-orang Yahudi. Semuanya menjadi pengikut Yesus, tetapi kemudian muncul persoalan dan pertentangan di antara mereka. Paulus menulis kepada jemaat Roma supaya baik orang kafir maupun orang Yahudi dapat sungguh-sungguh mengerti inti dan makna Injil, supaya yang kafir jangan kembali kepada kekafiran dan yang Yahudi jangan kembali kepada kehidupan di bawah Hukum Taurat. Paulus ingin agar setelah mengerti Injil, mereka bersama-sama menjadi satu umat yang menikmati kuasa Injil.
Di dalam surat Roma, lebih dari 70 kali Paulus mengutip dari Perjanjian Lama, yaitu dari tulisan Musa, dari Mazmur, dari kitab nabi-nabi, dan dari kitab sejarah. Ini dilakukannya karena ia ingin memberikan penekanan khusus sejak di bagian awal suratnya bahwa Injil pertama disampaikan kepada orang Yahudi dan baru sesudah itu kepada orang Yunani (Roma 1:16).
Sebagaimana Firman Tuhan pertama datang kepada orang Yahudi dalam Perjanjian Lama, Injil pun lebih dahulu diberitakan kepada orang Yahudi. Perjanjian Lama menjadi dasar untuk Perjanjian Baru. Surat Roma memang ditulis untuk menjelaskan Injil (Roma 1:16-17). Di dalamnya ada prinsip-prinsip dasar pengajaran Injil, yaitu: dosa, kebenaran, iman, pertobatan, keselamatan, kasih karunia dan cara hidup pengikut Injil Kristus. Surat Roma merupakan kunci yang membuka pengertian akan Injil. Prinsip-prinsip ini ditulis bukan hanya untuk dipahami oleh orang Roma yang hidup kira-kira 2000 tahun yang lalu, tetapi juga untuk pemahaman kita yang hidup pada tahun 2015 ini.
Hal pertama yang Paulus ingin supaya kita mengerti adalah dosa. Injil tidak dapat dimengerti kecuali kita lebih dahulu menyadari dengan jelas bahwa semua manusia adalah orang berdosa yang perlu menerima keselamatan.
Dalam pasal 1-3, Paulus menjelaskan makna dosa. Dengan sangat jelas, kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa semua orang sudah berdosa, baik orang kafir maupun orang Yahudi. Kita melihat bagaimana manusia yang tidak mau percaya kepada Tuhan terjun ke dalam segala macam kejahatan.
Pelajari Roma 1:18-32 dan perhatikan bagaimana manusia terjerumus ke dalam dosa.
Pasal 2 menjelaskan bahwa orang Yahudi walaupun mengenal, mengajar dan berusaha melakukan Hukum Taurat, masih tetap hidup dalam dosa. Segala usaha untuk menggenapi Hukum Taurat, semua perbuatan dan usaha ketaatan ternyata masih belum sanggup untuk menjadikan manusia benar.
Dalam pasal 3 Paulus menuliskan kesimpulan bahwa tidak ada orang yang benar, tidak ada satupun! Keselamatan dan kebenaran hanya diperoleh berdasarkan iman!
Yang kedua, Paulus ingin supaya kita mengerti akan kebenaran.
Dalam pasal 4-5 dijelaskan bagaimana kebenaran datang hanya oleh iman dan bukan oleh perbuatan Hukum Taurat.
Inilah inti Injil: kebenaran oleh iman, bukan oleh perbuatan.
Selain itu Paulus juga menjelaskan bagaimana Abraham (menurut kitab Kejadian) dan Daud (menurut kitab Mazmur) juga dibenarkan oleh iman. Dari kehidupan mereka juga ditunjukkan bagaimana orang kafirpun boleh diselamatkan.
Daud dibenarkan walaupun dia berdosa, karena dosanya diampuni oleh anugerah, kasih karunia Allah yang diberikan kepada orang yang percaya (4:6-8).
Abraham dibenarkan oleh iman sebelum disunat (4:12) dan sebelum Hukum Taurat diberikan (4:13).
Adam adalah manusia pertama yang berdosa dan dihukum dan Kristus digambarkan sebagai Adam kedua yang hidupnya benar dan membawa keselamatan dan kehidupan yang kekal (5:12-21).
Yang ketiga, Paulus ingin supaya kita mengerti akan kehidupan.
Menurut pasal 6 kita dipanggil untuk hidup bebas dari kuasa dosa. Dalam baptisan kita mati dan dikuburkan dengan Kristus dan dibangkitkan untuk mengalami hidup yang baru, bebas dari kuasa dosa dan maut sebagai hamba Kristus, bukan lagi hamba dosa.
Menurut pasal 7 kita dapat hidup bebas dari kuasa Hukum Taurat. Hukum Taurat hanya menuduh, menghakimi dan mengikat kita dengan menunjukkan bahwa kita adalah orang berdosa yang patut dihakimi dan tidak berkuasa. Hukum itu sama sekali tidak dapat membenarkan, tidak dapat mengimpartasikan kebenaran dan tidak dapat memerdekakan dari dosa.
Menurut pasal 8 kita dapat hidup bebas dari kuasa daging, yaitu hawa nafsu dosa atau manusia lama.
Roh Kudus di dalam kita menyaksikan bahwa kita bukan hanya anak-anak manusia melainkan kita juga adalah anak-anak Allah. Kita hidup dalam Roh. Kita hidup penuh dengan pengharapan akan kemuliaan Allah. Di sini dinyatakan maksud abadi Allah. Segala makhluk pun bersama kita sedang merindukan dan menanti-nantikan kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.
Di pertengahan surat Roma ada tiga pasal yang berbicara tentang bangsa Israel, umat pilihan Tuhan. Ketiga pasal ini sangat penting sebagai tema inti dalam Perjanjian Baru, yaitu, umat Allah terdiri dari orang Yahudi dan orang kafir yang semua dipersatukan menjadi satu umat pilihan Allah, satu bangsa yang kudus.
Ada penjelasan bagaimana Israel adalah bangsa yang terpilih dan memiliki perjanjian Allah untuk menjadi anak, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, Hukum Taurat, ibadah, dan janji-janji dan bagaimana mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, dan menurunkan Mesias dalam wujudNya sebagai manusia.
Namun Israel yang sebenarnya tidak didasarkan daging atau perbuatan Hukum Taurat tetapi berdasarkan anugerah dan kehendak Allah (pasal 9).
Israel kemudian menjadi “bangsa yang tidak taat dan yang membantah” dan menolak Firman yang disampaikan kepada mereka (pasal 10).
Namun mereka sendiri tidak ditolak oleh Tuhan. Ada suatu sisa dari antara mereka yang tinggal karena kasih karunia.
Umat Allah diibaratkan sebagai pohon zaitun asli (bangsa Israel) yang dipotong cabangnya, (orang Yahudi yang tidak percaya) kemudian cabang dari pohon zaitun liar (orang kafir) dicangkokkan ke dalam pohon asli itu, membentuk satu pohon yang disebut sebagai “semua Israel” (pasal 11).
Dengan semua kebenaran Injil yang sudah dijelaskan ini, Paulus menganjurkan umat Tuhan untuk hidup berpadan dengan Injil.
Kita dipanggil untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai korban persembahan yang hidup (12:1-2). Selain itu kita juga dipanggil hidup sebagai anggota Tubuh Kristus dengan menggunakan karunia masing-masing yang berbeda dan saling memberi dan menerima di dalam persekutuan Kristus (12:3-21) Kita juga dipanggil hidup sebagai anggota masyarakat yang tunduk kepada pemerintah dengan taat kepada otoritas dan bayar pajak. Seperti inilah cara hidup kita sebagai orang-orang yang sudah mengalami kebenaran Injil. Semuanya ini kita lakukan bukan karena tuntutan Hukum Taurat, tetapi karena status dan posisi kita sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus yang diperlengkapi didalam Dia, hidup dalam terang dan sadar bahwa waktu sudah singkat karena Dia akan segera datang kembali (pasal 13).
Dijelaskan juga oleh Paulus bahwa kita bertanggung jawab kepada saudara-saudara kita. Kita tidak hidup untuk diri sendiri tetapi untuk Tuhan dan karena itu kita perlu memperhatikan saudara yang lemah.
Masalah seperti sabat, makan daging yang dipersembahkan kepada berhala, minum anggur, dll, perlu diselesaikan bukan dengan perdebatan tentang Hukum Taurat tetapi oleh prinsip kasih kepada saudara-saudara kita. Karena itulah, kita tidak boleh menghakimi atau menghina saudara lain walaupun ada perbedaan pendapat (pasal 14).
Kita hidup bersama oleh iman dan kasih Kristus, bukan oleh Hukum Taurat.
Paulus menutup suratnya dengan menganjurkan jemaat Roma untuk tetap hidup dalam kasih persaudaraan (pasal 15).
Ia juga secara khusus mengirimkan salam kepada 26 orang, laki-laki dan perempuan, yang telah dikenalnya.
Kita dapat melihat di sini bahwa Paulus menghargai hubungan pribadi dengan masing-masing orang dan mengasihi mereka secara personal. Di antara mereka yang dikirimi salam oleh Paulus ini ada rekan-rekan sekerjanya, ada anggota keluarganya, maupun teman-teman selama di penjara.
Dari pasal ini kita dapat melihat bahwa jemaat di Roma terdiri dari beberapa persekutuan orang Kristen yang berkumpul di rumah-rumah, yaitu gereja-rumah (“house-churches”). Jemaat ini tidak terdiri dari kumpulan besar di satu gedung gereja. Juga perhatikan bahwa tidak ada satu “gembala” atau “pendeta” khusus yang memimpin jemaat di Roma, tetapi ada kepemimpinan yang majemuk (pasal 16).
Demikian pentingnya isi surat Roma yang ditulis oleh Paulus ini, hingga Martin Luther menulis: “Surat ini adalah kitab utama dalam Perjanjian Baru, Injil yang paling murni.
Seharusnya bukan saja setiap katanya perlu dikenal oleh setiap orang Kristen, tetapi juga menjadi pokok renungan hari demi hari, menjadi roti bagi jiwanya.”
Sungguh, surat Roma ini bagaikan lumbung yang penuh harta mulia yang mengekspresikan kasih karunia Allah bagi umatNya.
terima kasih atas uraian tentang Surat Roma. Saya sangat diberkati setelah membaca uraian ini. Semoga orang lain yang membacanya juga diberkati.
BalasHapus