Surat Galatia adalah surat yang mungkin ditulis Paulus dari Korintus pada kira-kira tahun 57-58.
Gereja-gereja di Galatia terdiri dari jemaat di Ikonium, jemaat Antiokhia di Pisidia, Listera, dan Derbe yang dirintis oleh Rasul Paulus dalam perjalanannya yang pertama dan kedua (Kis. 13-14; 16:5-6 & 18:23).
Menurut 1 Kor. 16:1, gereja-gereja di Galatia juga sudah memberi kontribusi dalam pengumpulan dana untuk membantu gereja di Yudea.
Jika kita membandingkan Surat Galatia dengan Surat Roma, keduanya memiliki kesamaan tema, yaitu Injil dan kebenaran oleh iman. Surat Roma ditulis kepada gereja yang belum dikunjungi Rasul Paulus dan sepertinya ditulis oleh seorang guru sebagai materi pelajaran kepada muridnya. Namun, Surat Galatia ditulis kepada gereja-gereja yang didirikan sendiri dan dikenal oleh Paulus sendiri secara pribadi. Surat ini ditulis dengan perasaan dan emosi seperti dari seorang bapa yang mempunyai hak dan tanggung jawab untuk menegur anak-anak rohaninya.
Jika kita membandingkan Surat Galatia dengan Surat 2 Korintus, keduanya tampak mengekspresikan emosi dan perasaan penulisnya, menantang pengajaran orang Yudea yang mau “meyahudikan” gereja dan yang mau membelokkan arahnya untuk berfokus melaksanakan Hukum Taurat.
Orang-orang Yudea itu sudah menerima Kristus sebagai Mesias, tetapi seperti orang Farisi, mereka masih terikat oleh Hukum Taurat (Gal. 5:2 & 11; 6:12).
Mereka juga memaksa orang-orang percaya untuk mengikuti segala hari raya Yahudi (Gal. 4:10).
Paulus berkata bahwa mereka ini sedang mengikuti suatu injil lain (Gal. 1:6), telah terpesona (Gal. 3:1) dan sudah dikhamirkan oleh ragi (Gal. 5:9).
Tujuan Paulus dalam Surat Galatia ini adalah menantang dua poin pengajaran yang sesat: bahwa keselamatan berasal dari perbuatan yang berdasarkan Hukum Taurat dan bahwa kesempurnaan juga berasal dari perbuatan yang bersadarkan Hukum Taurat.
Dengan suratnya, Paulus mau mempertahankan Injil yang benar yang diancam oleh suatu “injil yang lain.”
Dalam Surat Galatia kita dapat melihat dengan sangat jelas perbedaan antara Injil Yesus Kristus dan “injil yang lain” itu.
Untuk menjelaskan hal itu, Paulus sambil memberitakan Injil yang benar juga mengutarakan apa yang “bukan” Injil.
Mari kita lihat dengan lebih seksama.
Pasal 1: Paulus menegaskan bahwa yang benar/sejati adalah Injil Allah, bukan injil manusia.
Paulus sendiri menjadi seorang rasul bukan karena atau oleh manusia, melainkan karena dan oleh Yesus Kristus (Gal. 1:1). Itu sebabnya, Paulus tidak mencari kesukaan manusia atau berusaha berkenan kepada manusia (Gal. 1:10).
Ia berkata, “Sebab aku menegaskan kepadamu, saudara-saudaraku, bahwa Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil manusia” (Gal. 1:11).
Paulus tidak menerima Injil dari manusia, tidak diajar oleh manusia, tetapi langsung menerima penyataan Kristus (Gal. 1:12).
Paulus tidak meminta atau mencari pertimbangan manusia (Gal. 1:16).
Melalui semua hal yang dinyatakannya dengan jelas ini, kita dapat memahami bahwa tanpa hubungan pribadi dan pengetahuan akan Yesus Kristus secara pribadi, kita tidak dapat mengenal dan memiliki Injil yang benar.
Pasal 2: Paulus mengungkapkan bahwa Injil Allah adalah berdasarkan kebenaran, bukan berdasarkan pengajaran orang-orang yang terpandang.
Saat Paulus bersama Barnabas dan Titus pergi ke Yerusalem, ia bertemu dengan orang yang adalah sokoguru gereja dan sekaligus orang yang disebutnya “saudara palsu.” Walaupun mereka terkenal dalam gereja dan memegang suatu peran penting dalam aktivitas pelayanan, Paulus tidak terpengaruh oleh pengajaran mereka jika tidak sesuai dengan Firman.
Dari siapapun Paulus mendengar pengajaran, ia tetap berpegang pada kebenaran Injil (Gal. 2:5).
Kedudukan dalam Gereja tidak penting, hanya kebenaran Injillah yang penting. Jelaslah di sini bahwa memang Allah tidak memandang muka (Gal. 2:6). Bahkan Paulus sendiri siap menegur Petrus, walaupun Petrus adalah rasul dari “pusat” sekaligus “senior”nya.
Paulus berkata, “Tetapi waktu Kefas datang ke Antiokhia, aku berterang-terang menentangnya, sebab ia salah.” (Gal. 2:11).
Kefas, yaitu Rasul Petrus, saat itu terpengaruh oleh utusan-utusan orang yang mau “menyahudikan” gereja sehingga ia tidak mau makan lagi dengan orang percaya yang berlatar-belakang kafir. Tetapi kelakuan itu sebenarnya tidak sesuai dengan kebenaran Injil, sehingga Paulus berani menegur dia.
Pasal 3: Paulus menjelaskan dengan tegas bahwa Injil Allah berasal dari iman, bukan dari perbuatan Hukum Taurat.
Di ayat pertama, Paulus berkata dengan sangat keras, “Hai orang-orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu?” (Gal. 3:1).
Memang mereka telah terpesona oleh orang-orang yang bermaksud “menyahudikan” gereja itu. Mereka telah memulai dengan iman, di dalam Roh, tetapi kemudian kembali kepada perbuatan-perbuatan Hukum Taurat sebagai usaha untuk dibenarkan. Betapa bodohnya! Kita diselamatkan oleh iman, menerima Roh oleh iman dan melihat mujizat oleh iman.
Paulus menjelaskan bahwa Abraham sendiri dibenarkan oleh iman (Gal. 3:6; Kel. 15:3). Itu berarti, Injil yang asli tidak pernah berubah dan sudah diberitakan kepada Abraham. Lalu mengapa ada Hukum Taurat? Hukum Taurat ditambahkan 430 tahun sesudah Abraham, sebagai penuntun untuk membawa kita kepada Kristus. Hukum Taurat membuktikan bahwa kita adalah orang berdosa yang tidak sanggup menjadi benar oleh perbuatan kita sendiri. Kita hanya dapat menjadi benar oleh iman!
Pasal 4: Paulus mengajarkan bahwa Injil Allah membentuk anak-anak yang merdeka, bukan menjadikan kita budak-budak.
“Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak.” (Gal. 4:7).
Injil yang kita terima dan percayai, membawa kita untuk berhubungan dengan Bapa.
Roh Kudus berseru di dalam kita, “"Ya Abba, ya Bapa!".
Kita menjadi anak-anak Allah! Sayangnya, gereja di Galatia justru mau kembali kepada perhambaan di bawah Hukum Taurat, dengan mengikuti hari-hari tertentu, bulan-bulan, masa-masa yang tetap dan tahun-tahun (Gal. 4:10). Untuk membuat mereka mengerti, Paulus mengajar mereka dari Perjanjian Lama tentang dua ibu, Sarah dan Hagar; dua anak, Ishak dan Ismael; dua perjanjian, di Sinai dan di Yerusalem; yang masing-masing menggambarkan perhambaan dan kemerdekaan. Kemudian Paulus menyimpulkannya dengan berkata, “Karena itu, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka.” (Gal. 4:31).
Pasal 5: Paulus menegaskan bahwa Injil Allah didasarkan pada kemerdekakan yang menghasilkan buah-buah Roh, bukan kebebasan untuk melakukan perbuatan hawa nafsu.
Paulus berkata, “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.” (Gal. 5:16).
Hidup di bawah Hukum Taurat, dengan berusaha melaksanakan perbuatan supaya kita dibenarkan, akan menghasilkan kebanggaan dan kesombongan, sikap penghakiman terhadap orang lain dan rasa benar diri, atau justru sebaliknya, rasa putus asa, kecewa dan malu. Namun hidup dengan iman, oleh kuasa Roh akan menghasilkan kerendahan hati dan belas kasihan kepada orang lain. Hidup dengan iman akan menghasilkan kemerdekaan dalam Roh, dan kita akan menjadi merdeka olehNya untuk menghasilkan buah kekudusan. Kekudusan adalah hasil dari pekerjaan Roh, bukan usaha daging kita sebagai manusia!
Pasal 6: Paulus menunjukkan bahwa Injil Allah ditandai bukan oleh sunat, tanda dalam daging, melainkan oleh salib, tanda di dalam kehidupan kita.
Orang yang mau ”meyahudikan” Gereja membanggakan tanda-tanda lahiriah di dalam daging, yaitu sunat (Gal. 6:12).
Akan tetapi, Paulus justru bangga akan tanda rohani pada dirinya, yaitu salib Kristus yang nyata dalam hidupnya (Gal. 6:14).
Karena itulah Paulus dapat berkata, “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Gal. 2:19-20).
Demikianlah dalam seluruh Surat Galatia kita melihat Injil yang benar dijelaskan melalui pasal demi pasalnya. Mempelajari Surat Galatia akan menolong kita mengenal Injil yang benar ini dalam hidup kita sebagai orang percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar