"Kisah Transisi Kepemimpinan Sebuah Bangsa"
Menurut tradisi Yahudi, sebagian kitab Samuel yang pertama ("Sefer Shmuel") ditulis oleh Samuel dengan tambahan catatan dari penulis lain, yaitu Natan dan Gad. (1 Taw. 29:29).
Peristiwa yang dicatat dalam kitab itu berlangsung selama kira-kira seratus tahun, yaitu sejak tahun 1100 hingga tahun 1000 SM.
Pada mulanya Samuel 1 dan 2 merupakan satu kitab tetapi kemudian dalam Septuaginta pada abad kedua sebelum Kristus, kitab itu dipisahkan menjadi dua kitab.
Kitab ini adalah kitab tentang transisi, yaitu pengalihan pemerintahan bangsa.
Dalam kitab Samuel pertama kita membaca tentang kesudahan masa pemerintahan hakim-hakim di bawah Nabi Samuel dan permulaan kerajaan Israel di bawah pemerintahan Raja Saul. Israel berubah dari sebuah kumpulan kelompok suku-suku yang dipimpin para imam menjadi satu bangsa yang dipimpin oleh seorang raja.
Ada dua bagian dalam kitab Samuel: pelayanan Samuel (pasal 1-12) dan pemerintahan Saul (pasal 13-31).
Dalam bagian yang kedua, Daud juga diperkenalkan sebagai raja yang diurapi yang akan menggantikan Saul.
Dalam sejarah Israel itu, kita melihat bahwa Tuhan berkuasa dalam kehidupan umatNya walaupun manusia tetap gagal dalam menggenapi panggilanNya.
Dalam edisi ini, kita akan mempelajari bagian-bagian dari kitab 1 Samuel ini.
Kelahiran Samuel: Pasal 1-3.
Kitab ini dimulai dengan kelahiran ajaib Samuel sebagai jawaban doa seorang wanita yang mandul, Hana. Doa Hana bersifat nyanyian nubuatan yaitu mazmur profetis. Dalam mazmurnya dideklarasikan bahwa Allah meninggikan yang rendah, menegakkan orang yang hina dan mengangkat orang yang miskin. Allah memutar-balikkan aturan manusia supaya Ia yang dipermuliakan, supaya umat yang percaya kepadaNya dipelihara dan dibenarkan serta musuhNya dibinasakan. Itulah sebabnya, di sepanjang kitab ini, kita melihat begitu banyak contohnya.
Hana yang mandul ditinggikan atas Penina, Samuel ditinggikan atas Eli dan anaknya yang jahat, orang Filistin ditinggikan atas Bangsa Israel sewaktu Bangsa Israel meninggalkan Tuhan (pasal 4), Dagon ilah orang Filistin direndahkan di hadapan tabut perjanjian, Bangsa Israel menang atas orang Filistin sewaktu mereka percaya kepada Tuhan (pasal 7), Saul seorang penakut dan tidak berarti ditinggikan menjadi raja (pasal 9-11), Yonatan ditinggikan atas ayahnya sewaktu Saul bersandar kepada kekuatan dirinya (pasal 13-14), Saul direndahkan oleh Samuel yang memberitahukan bahwa kerajaannya telah diambil daripadanya (pasal 15), Daud anak yang termuda ditinggikan menjadi raja (pasal 16) dan menang atas Goliat yang raksasa (pasal 17), serta Daud ditinggikan atas Saul (pasal 17-30).
Kembali kepada topik awal kitab. Doa Hana didengar Tuhan dan Samuel lahir. Nama Samuel bermakna “Allah mendengar.”
Ia diserahkan kepada Tuhan dan dibesarkan dalam bait Allah oleh Eli, seorang imam besar. Samuel dipanggil menjadi seorang nabi dan nubuatan pertama yang harus disampaikannya adalah untuk memberitahukan hukuman yang akan jatuh atas imam-imam yang jahat (1 Sam. 3:19-21).
Samuel merupakan hakim terakhir di Israel, sekaligus juga berfungsi sebagai imam dan nabi. Dalam pelayanannya ia mendirikan ”sekolah nabi-nabi”, yaitu sekumpulan nabi yang kepenuhan dengan Roh dan dikepalai oleh Samuel (1 Sam. 10:5-12).
Tabut perjanjian, lambang hadirat Tuhan: Pasal 4-7.
Salah satu benda yang sangat bermakna dalam kehidupan Bangsa Israel adalah tabut perjanjian. Tabut perjanjian dibuat untuk berdiri di tempat maha kudus dalam tabernakel Musa. Di situlah terletak kemuliaan dan hadirat Allah. Bencana besar terjadi waktu Bangsa Israel memperlakukan tabut seperti jimat, di mana mereka dikalahkan dan tabut perjanjian itu jatuh ke tangan orang Filistin. Bangsa Israel berpikir bahwa benda itu menjamin kemenangan mereka, tetapi mereka tidak menyadari dan mengenal hadirat, kekudusan dan kemuliaan Tuhan yang sesungguhnya. Selanjutnya, mereka menyaksikan kuasa Allah menghukum orang Filistin dan dewa mereka, Dagon. Orang Filistin terpaksa mengakui kuasa Allah orang Israel dan mereka mengembalikan tabut perjanjian itu kepada Israel.
Permintaan Bangsa Israel untuk dipimpin oleh seorang raja: Pasal 8.
Israel menuntut seorang raja supaya mereka menjadi seperti semua bangsa lain. Samuel tidak senang dengan permintaan ini, tetapi Tuhan menyuruhnya untuk mengurapi Saul, seorang pria berperawakan tinggi dan gagah, sebagai raja mereka (1 Sam. 10:17-25).
Padahal permintaan akan seorang raja adalah permintaan yang didasarkan pada dosa menolak Tuhan. Di satu sisi, Samuel diperintahkan Tuhan untuk menetapkan seorang raja, (1 Sam. 8:7, 9, 22; 9:16–17; 10:24; 12:13); padahal, Bangsa Israel sedang menolak Tuhan dan membawa bencana atas diri mereka sendiri (1 Sam. 8:7; 10:19; 12:12,17,19–20).
Samuel mengurapi Saul: Pasal 9-15.
Pada waktu Saul diurapi, ia seorang yang rendah hati dan mulai bertindak dengan baik. Namun ia mulai mengambil langkah-langkah yang menuju kepada penghancurannya. Ia mulai dengan baik dengan mengalahkan musuh, yaitu tentara Amon (1 Sam. 11).
Kemudian ia menjadi kurang sabar dan mempersembahkan korban walaupun itu bukan haknya dan bukan tanggung jawabnya (1 Sam. 13), ia mengadakan nazar yang merugikan dengan mengucapkan kutuk atas siapapun yang memakan sesuatu pada hari itu (1 Sam. 14). Akhirnya kesombongan dan ketidak-sabarannya meledak waktu ia memberontak terhadap perintah Tuhan dan tidak melakukannya (1Sam. 15). Sebagai akibatnya, Saul kehilangan berkat dan ditolak oleh Tuhan sebagai raja. Bukannya penuh roh Allah, Saul malah diganggu oleh roh jahat (1 Sam. 16:14).
Hal itu mengajarkan pada kita betapa pentingnya dalam melayani Tuhan bahwa kita tetap sabar dan selalu rendah hati dengan menghormati dan mentaati FirmanNya.
Pergumulan antara Saul dan Daud: Pasal 16-20.
Samuel disuruh Tuhan untuk pergi ke Betlehem dan mengurapi raja baru bagi Israel dari antara anak-anak Isai. Yang ditentukan menjadi raja adalah Daud, anak yang paling muda yang bertugas menggembalakan domba. Daud kemudian turun ke medan perang dan mengalahkan Goliat. Ia pun kemudian menikah dengan anak Saul dan menjadi sahabat anak Saul, Yonatan. Namun Saul menjadi iri hati dan berusaha membunuh Daud. Daud mendengar informasi dari Yonatan bahwa memang itulah niat Saul untuk membunuh Daud. Karena itu, Daud terpaksa lari.
Daud mengungsi melarikan diri dari Saul di Yudea: Pasal 21-26.
Awalnya, Daud mencari perlindungan dari imam Ahimelekh yang menolong dia. Namun Daud kemudian menjadi takut dan justru mencari perlindungan dari Akhish, raja kaum Gat, dan selanjutnya Daud menjadi takut lagi sehingga berpura-pura gila sampai diusir dari istananya. Dari situ, ia lari ke gua Adulam dan berhimpunlah kepadanya orang-orang yang sedang dalam kesukaran, yang dikejar-kejar tukang piutang, yang sakit hati, dan ia menjadi pemimpin mereka sebanyak kira-kira empat ratus orang. Sesudah itu Daud terus dikejar dan terpaksa terus berpindah-pindah dari gua ke padang gurun ke bukit, demi menghindari Saul.
Dua kali Daud mendapatkan kesempatan untuk membunuh lawannya, Saul, tetapi ia tidak melakukannya karena memegang prinsip untuk tidak akan menjamah orang yang diurapi Tuhan (1 Sam. 24, 26).
Daud mengungsi ke tanah Filistia: Pasal 27-31.
Selama ia dapat melakukannya, Daud tinggal di tanah Yudea, tetapi saatnya tiba ketika ia terpaksa mengungsi ke tanah Filistia. Pada waktu itu ia mengambil kesempatan untuk membunuh musuh dari bangsa-bangsa di sekitarnya. Namun orang Filistin menjadi makin marah hingga mereka mau menyerang Israel lagi. Saul kali ini ketakutan dan pergi mencari arwah Saul, sesuatu yang dilarang keras oleh Tuhan. Saul mencari seorang petenung untuk mendapat jawaban dan solusi. Roh Samuel pun bangkit untuk memberi nubuatan bahwa Saul akan mati dalam peperangan pada besok hari. Terjadilah seperti itu. Saul dan tiga anaknya tewas, dimana Saul akhirnya tewas oleh tangannya sendiri.
Kitab 1 Samuel menegaskan integritas Daud, seorang yang diurapi tetapi selalu menghormati pemimpinnya dan sabar menunggu pembelaan Tuhan tanpa berusaha mengambil posisi yang dijanjikan Tuhan. Daud selalu hidup dengan iman. Kepercayaannya adalah di dalam Tuhan. Daud mengalami proses panjang selama 13 tahun sebagai persiapan menjadi raja. Karena itu Tuhan juga memberi perjanjianNya yang kekal kepada Daud, bahwa ia selalu akan memiliki keturunan yang akan duduk atas tahta. Ada banyak pelajaran dalam kehidupan Daud sebagai hamba Tuhan yang mengalami aniaya dan pergumulan.
Di edisi selanjutnya, dalam kitab II Samuel kita akan membaca tentang kehidupan Daud sebagai seorang raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar