Senin, 26 Oktober 2015

INTISARI SURAT TITUS & FILEMON

Surat Paulus kepada Titus – Nasehat mengenai Memimpin Jemaat.

Surat Titus, sama seperti 1-2 Timotius, merupakan sebuah surat penggembalaan yaitu surat yang ditulis khusus untuk memberi bimbingan dan petunjuk tentang penggembalaan sidang jemaat. Di dalamnya, ada petunjuk untuk hidup benar dan nasehat untuk menanggulangi ajaran sesat.

Surat Titus ditulis kira-kira pada waktu yang sama dengan Surat 1 Timotius.

Dalam 1 Timotius, yang ditekankan adalah ajaran sehat (1 Tim. 1:3-10), tetapi dalam Titus yang ditekankan adalah peraturan dalam jemaat (Tit. 1:5). Memang dalam kehidupan berjemaat, kita perlu ajaran sehat dan peraturan yang benar.

Titus dimuridkan oleh Paulus. Ia mendampingi Paulus dan Barnabas di Antiokhia, dan juga di  dalam proses musyawarah di Yerusalem (Gal. 2:1-3).
Sebagai teman Paulus, dalam beberapa surat lain ia disebut sebagai orang yang diutus untuk menyelesaikan persoalan jemaat Korintus dan menghantar surat kepadanya  (2 Kor. 2:13; 7:6 & 13, 14; 8:6,16&23; 12:18).

Titus adalah seorang Yunani, dan karena itu Paulus tidak menyunatkan dia, berbeda dengan Timotius yang adalah orang Yahudi (Gal. 2:3).
Injil Kristus bukan hanya untuk orang Yahudi. Injil Kristus tidak menuntut bahwa kita perlu sunat, Taurat, hari raya, sabat atau adat istiadat Yahudi yang lain. Di sini kita dapat mempelajari dengan jelas bahwa dalam Kristus tidak lagi ada orang Yahudi atau orang Yunani. Semua perbedaan lahiriah hanya merupakan kebudayaan saja, tetapi dalam Kristus kita semua telah menjadi satu!

Selain itu, dalam surat ini kita dapat melihat strategi kepemimpinan di tengah kekacauan. Titus ada di Kereta pada saat surat itu ditulis. Dia ditinggalkan oleh Paulus di pulau itu untuk mengatur segala sesuatu dan menetapkan penatua-penatua di setiap jemaat di pulau itu. Kita menyaksikan pengharapan di tengah keadaan yang begitu sulit untuk mempertahankan jemaat Tuhan Yesus Kristus. Melalui strategi ini, kita melihat kuasa Injil. Dalam surat ini jugalah dijelaskan bahwa jemaat harus dipimpin oleh penatua yang benar.
Ada lima belas syarat penatua yang dijelaskan: tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri, berpegang kepada perkataan yang benar dan  ajaran yang sehat, sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya.
Mengapa hal ini penting?
Penatua harus sanggup bukan hanya untuk memimpin jemaat melainkan juga untuk membela jemaat terhadap penyesat-penyesat yang datang dengan pengajaran palsu. Salah satu kualitas penatua yang disebut adalah bahwa mereka harus sanggup mengajar Injil. Injil berbicara tentang keselamatan tanpa perbuatan baik. Injil didasarkan pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Allah, Juruselamat kita (Tit. 1:1-3). 

Dalam jemaat itu, ada banyak orang yang hidup tidak tertib, khususnya yang berpegang pada hukum sunat dan dongeng-dongeng Yahudi. Omongannya sia-sia dan menyesatkan pikiran. Banyak keluarga dikacaukan.
Bahkan, tentang orang Kreta, Paulus menyebut: "Dasar orang Kreta pembohong, binatang buas, pelahap yang malas."
Paulus berkata bahwa hal itu benar terjadi dan orang semacam itu harus ditegur dengan tegas. Dengan itu kita lihat bahwa para penatua harus tegas dalam mengajar Injil dan menangani kesesatan. Kita melihat bahwa Injil didasarkan pada maksud Allah yang abadi, yang dirancangkan sebelum dunia dijadikan. Memang menurut Injil Yesus, Juruselamat kita telah menyelamatkan kita bukan karena perbuatan baik tetapi hanya karena rahmatnya. Kita dibenarkan oleh kasih karunia dan menerima pengharapan kehidupan yang kekal (Tit. 3:4-7). Namun kita pun melihat bahwa Injil adalah kasih karunia Allah yang menyelamatkan manusia, yang sekaligus mendidik kita untuk hidup dalam kekudusan, berkenan kepada Allah dan memberi pengharapan kedatangan  Juruselamat kita Yesus Kristus (Tit. 2:11-14).
Jadi, di sini kita melihat bahwa selain menyelamatkan oleh anugerah, Injil juga mengajarkan kekudusan.
Surat Titus menunjukkan betapa pentingnya kepemimpinan yang tepat dalam Tubuh Kristus, bagaimana seorang penatua jemaat perlu menghidupi syarat-syarat kualitas yang alkitabiah agar jemaat dapat dipimpin sesuai maksud Allah.

Surat Paulus kepada Filemon – Pesan untuk Seorang Saudara dalam Kristus.

Surat Filemon ditulis oleh Rasul Paulus dan Timotius kepada Filemon, yang disebut sebagai “saudara” dan “teman sekerja” Paulus. Ini merupakan surat yang paling pendek dalam Perjanjian Baru, dan satu-satunya surat pribadi Paulus di Perjanjian Baru.

Filemon tinggal di kota Kolose (Kol. 4:9), seorang pemimpin dalam jemaat lokal yang berkumpul di dalam rumahnya. Saat Paulus dipenjarakan di Roma, bersama Timotius ia mengirimkan dua surat itu: Surat Filemon dan Surat Kolose (Fil. 1:9; Kol. 4:18).
Dalam dua surat itu, dibicarakan tentang Arkhipus (Fil. 1:2; Kol. 4:17). Kemungkinan, Apfia adalah isteri Filemon dan Arkhipus adalah anaknya.
Surat Filemon ditujukan langsung kepada Filemon, walaupun Filemon “hanya” memimpin jemaat lokal yang jumlah anggotanya kecil. Hal itu menunjukkan bahwa keluarga merupakan sesuatu yang penting dalam peraturan jemaat dan dalam kepemimpinan jemaat.
Selain itu, salah satu pesan penting dalam Surat Filemon adalah mengenai Onesimus, yang bersama Tikhikus menuju Kolose dengan membawa surat untuk jemaat di Kolose (Kol 4:7-9) sementara pada waktu yang sama Tikhikus juga membawa surat kepada Efesus (Ef. 6:21).
Onesimus adalah mantan budak Filemon. Onesimus pernah mencuri dari Filemon dan lari dari rumahnya. Pada kira-kira tahun 62, Onesimus bertemu dengan Paulus di Roma, di penjara. Saat itulah, Onesimus mendengar Injil dari Paulus dalam rumah sewaan (Kis. 28:16 & 23). Onesimus pun bertobat dan percaya kepada Yesus Kristus. Namun dia sudah mencuri dari tuannya dan karena itu harus ada pemberesan dan restitusi. Untuk itulah, Paulus mengutus Onesimus kembali kepada tuannya, bersama dengan Tikhikus.
Paulus ingin supaya Onesimus kembali kepada tuannya, bukan lagi sebagai budak tetapi sebagai saudaranya dalam Kristus.
Paulus tidak sedang “berkampanye” untuk menghapus perbudakan! Namun, ia menunjukkan bahwa kasih persaudaraan dalam Kristus pasti akan membawa kebebasan dengan sendirinya.

Kata “Onesimus” punya makna “berguna”. Dahulu Onesimus tidak berharga, tidak berguna lagi untuk tuannya, Filemon, tetapi dengan perubahan hidupnya, ia sudah menjadi berguna untuk Paulus. Perhatikan juga bagaimana Markus yang dulu tidak berguna bagi Paulus karena meninggalkan Tim Apostolik di Pulau Siprus, akhirnya menjadi pribadi yang berguna dalam pelayanan (2 Tim. 4:11).

Dari surat ini, kita dapat melihat bahwa semua orang punya potensi dan keadaannya dapat berbalik menjadi berguna, menjadi berkat bagi jemaat Kristus.
Dalam Surat Filemon kita belajar tentang pengampunan, kasih karunia, kasih persaudaraan dan kebenaran. Kita belajar bahwa di dalam Kristus tidak ada hamba atau orang merdeka, tetapi kita semua satu dalam Dia.
Surat pendek ini membawa rekonsiliasi dan perdamaian antar saudara dalam kasih Kristus, bukan berdasarkan peraturan dan hukum melainkan berdasarkan kasih dan pengampunan.

1 komentar:

  1. Analisis tentang karakter Timotius yang dibandingkan dengan karakter Titus yang diungkapkan memang benar yaitu bahwa karakter Titus terlihat lebih kuat dari karakter Timotius seorang pemimpin kristen tidak cukup hanya dengan berkepribadian yang baik seperti Timotius karena sangat memerlukan kepribadian yang kuat seperti Titus

    BalasHapus